Oleh: Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
A. Pengantar
Tahukah anda faktor apakah yang mendorong sahabat mulia Dhimad al-Azdi untuk memeluk agama Islam?! Dia mengucapkan syahadat masuk Islam usai mendengar Nabi membacakan khutbah hajat kepadanya, lalu dia berkomentar:
“Aku telah mendengar ucapan para dukun, para penyihir dan para penyair. Namun saya belum pernah mendengar kata-kata engkau tersebut. Sungguh, kata-kata itu telah sampai ke dasar lautan (karena kedalaman makna yang dikandungnya -pent)”. (Muslim: 868)
Ya, demikianlah pengaruh dahsyat khutbah hajat bagi orang-orang yang memahaminya. Bagaimana tidak, bagi orang yang merenungi isi kandungan khutbah ini secara sekilas, maka akan nampak jelas baginya bahwa khutbah ini merupakah “ikatan undang undang Islam dan Iman”.[1] Lantas apakah isi kandungannya?!
A. Pengantar
Tahukah anda faktor apakah yang mendorong sahabat mulia Dhimad al-Azdi untuk memeluk agama Islam?! Dia mengucapkan syahadat masuk Islam usai mendengar Nabi membacakan khutbah hajat kepadanya, lalu dia berkomentar:
“Aku telah mendengar ucapan para dukun, para penyihir dan para penyair. Namun saya belum pernah mendengar kata-kata engkau tersebut. Sungguh, kata-kata itu telah sampai ke dasar lautan (karena kedalaman makna yang dikandungnya -pent)”. (Muslim: 868)
Ya, demikianlah pengaruh dahsyat khutbah hajat bagi orang-orang yang memahaminya. Bagaimana tidak, bagi orang yang merenungi isi kandungan khutbah ini secara sekilas, maka akan nampak jelas baginya bahwa khutbah ini merupakah “ikatan undang undang Islam dan Iman”.[1] Lantas apakah isi kandungannya?!
1. Pujian kepada Dzat Pencipta Alam.
2. Ibadah seorang hamba dan kebutuhannya kepada Allah serta  permintaannya kepada Allah dalam segala urusannya.
3. Persaksian bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah saja  dan tidak ada rasul yang diikuti kecuali Rasulullah[2].
4. Agungnya kedudukan al-Qur’an dan Sunnah, yang dikatakan oleh Nabi:
أَلاَ إِنِّيْ أُوْتٍيْتُ الْقُرْاَنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
Ketahuilah bahwa saya diberi wahyu al-Qur’an dan semisalnya (hadits)  bersamanya[3].
5. Bahaya perkara bid’ah dalam agama dan semua bid’ah adalah sesat yang  menjerumuskan pelakunya ke neraka.
Masalah ini semakin bertambah sangat jelas bila kita ingat apabila  khutbah ini sering diulang-ulang dan ditekankan. Hal yang menunjukkan  tingginya kedudukannya dan pentingnya isi kandungannya[4].
Tujuan Penulisan
Hati ini terdorong untuk menulis masalah ini dengan dua tujuan inti:
* Pertama: Menghidupkan dan menyebarkan sunnah khutbah hajat ini.
* Kedua: Memahami isi kandungan khutbah hajat yang penuh dengan  mutiara-mutiara hikmah.
Kita berdoa kepada Allah agar menjadikan kita termasuk hamba-hamba yang  menghidupakn sunnah Nabi-Nya dan memahami makna kandungannya. Amiin.
B. TEKS KHUTBAH HAJAT
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ,  وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا,  وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.
مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ:
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
 
مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ:
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan  dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan  diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah  beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menye-satkannya, dan  barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya  petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi  dengan benar kecuali Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku  bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan  sebenar-bena r takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati  melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah  menciptakanmu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan  isterinya, dan dari-pada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki  dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan  (menggunakan) Nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan  (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga  dan menga-wasimu.” (QS. An-Nisaa’: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan  ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu  amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa  mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat  kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzaab: 70-71)
Amma ba’du:
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (al-Qur’an)  dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (as-Sunnah).  Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama),  setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, setiap bid’ah  adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.
C. TAKHRIJ HADITS[5]
Ketahuilah wahai sauadaraku -semoga Allah memberkahimu- bahwa khutbah  berbarokah ini diriwayatkan dari enam sahabat, yaitu Abdullah bin  Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah,  Nubaith bin Syarith dan Aisyah, serta seorang tabi’in yaitu Zuhri.
Pertama: Riwayat Abdullah bin Mas’ud
Ada empat jalur dari beliau:
1. Abu Ubaidah
Diriwayatkan Abu Dawud 1/331, Nasa’i 1/208, al-Hakim 2/182, 183,  ath-Thoyyalisi 338, Ahmad 3720, 4115, Abu Ya’la 1/342, al-Baihaqi 7/146.
* Sanad hadits ini seluruh perawinya terpercaya, hanya saja  terputus, sebab Abu Ubaidah tidak mendengar dari ayahnya (Ibnu Mas’ud).
2. Abul Ahwash
Diriwayatkan Nasa’i 2/29, Tirmidzi 2/178, Ibnu Majah 1/584, 585,  ath-Thohawi 1/4, al-Baihaqi 3/214.
* Sanad hadits ini shohih menurut syarat Muslim. Tirimidzi berkata:  “Hadits hasan“.
3. Abu ‘Iyadh
Diriwayatkan Abu Dawud 1/172, 331, al-Baihaqi 3/215, 7/146.
* Sanad ini lemah, sebab Abu Iyadh adalah seorang yang majhul (tidak  dikenal).
4. Syaqiq
Diriwayatkan al-Baihaqi 7/146, 147
* Sanad ini lemah, karena di dalamnya terdapat Huraits al-Fazari,  dia seorang yang lemah haditsnya.
Kedua: Riwayat Abu Musa al-Asy’ari
Diriwayatkan Abu Ya’la 1/342. Al-Haitsami membawakan dalam Majma’ Zawaid  4/288 dan berkata: “Diriwayatkan Abu Ya’la dan ath-Thobarani dalam  al-Ausath dan al-Kabir secara ringkas.
* Seluruh perawinya terpercaya. Dan hadits Abu Musa sanadnya  bersambung“.
Ketiga: Riwayat Abdullah bin Abbas
Diriwayatkan Muslim 3/12, al-Baihaqi, Ahmad 3275, Ibnu Majah 1/585 dan  ath-Thohawi.
* Sanad hadits ini shohih.
Keempat: Riwayat Jabir bin Abdillah
Diriwayatkan Muslim 3/11, Ahmad 3/371, al-Baihaqi 3/214.
* Sanad hadits shohih sesuai syarat Muslim.
Kelima: Riwayat Nubaith bin Syarith
Diriwayatkan al-Baihaqi 3/215.
* Sanad ini seluruh perawinya terpercaya kecuali Musa bin Muhammad  al-Anshari.
Keenam: Riwayat Aisyah
Diriwayatkan Abu Bakar bin Abu Dawud dalam Musnad Aisyah 2/57.
* Sanadnya jayyid (bagus).
Ketujuh: Riwayat Sahl bin Sa’ad
Dikeluarkan Simmawaih dalam Fawaid-nya sebagaimana dalam Husnu Tanabbuh  fi Tarki Tasyabbuh karya Syaikh Muhammad al-Ghozzi 5/8.
Kedelapan: Riwayat Zuhri
Diriwayatkan Abu Dawud 1/172, al-Baihaqi 3/215.
* Sanad hadits ini seluruh rawinya terercaya, hanya saja dia mursal.  Oleh karena itu, dia termasuk hadits lemah dan tidak bisa dijadkan  hujjah.
D. SYUBHAT DAN JAWABANNYA[6]
Sebagian kalangan mengatakan bahwa khutbah hajat ini hanyalah untuk akad  pernikahan saja, bukan untuk segala hajat seperti khutbah jum’at,  pengajian, tulisan dan sebagainya. Oleh karenanya, para ulama salaf  sejak dahulu hingga sekarang selalu meninggalkan khutbah hajat dalam  tulisan-tulisan mereka (!). Dan karenaya pula, para ulama ahli hadits  mencantumkan khutbah ini dalam kitab nikah. (lihat Majalah Markaz Buhuts  Sunnah was Siroh, tulisan Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, edisi 9,  tahun 1417 H).
Jawaban:
1. Khutbah Hajat Khusus Dalam Akad Nikah?!
Bagi pemerhati hadits-hadits di atas, akan jelas baginya bahwa khutbah  ini digunakan pada setiap khutbah, baik khutbah nikah, khutbah jum’at  dan sebagainya, bukan hanya khusus ketika akad pernikahan saja  sebagaimana anggapan sebagian orang. Lebih jelasnya, perhatikanlah  riwayat Abu Dawud dalam hadits Ibnu Mas’ud berikut:
عَلَّمَنَا رَسُوْلُ اللهِ خُطْبَةَ الْحَاجَةِ فِيْ النِّكَاحِ  وَغَيْرِهِ: الْحَمْدَ لِلَّهِ…
Rasulullah mengajari kami khutbah hajat dalam pernikahan dan  selainnya.
Dalam hadits ini, sahabat Ibnu Mas’ud menyebutnya dengan “khutbah hajat”  yang hal itu berarti mencakup seluruh hajat dan kebutuhan yang penting.  Tidak ragu lagi bahwa buah karya dan tulisan merupakan kebutuhan  penting kaum muslimin. Lantas kenapa harus dibeda-bedakan?!
Dan dalam riwayat lainnya:
عَلَّمَنَا رَسُوْلُ اللهِ التَّشَهُّدَ فِيْ الصَّلاَةِ  وَالتَّشَهُّدَ فِيْ الْحَاجَةِ
Rasulullah mengajari kami tasyahhud dalam sholat dan tasyahhud dalam  hajat.
Dalam riwayat ini, sahabat Ibnu Mas’ud mengiringkan antara tasyahhud  dalam sholat dengan tasyahhud dalam hajat. Pengiringan ini menunjukkan  tentang pentingnya dan populernya. Maka sebagaimana tasyahhud sholat itu  mencakup semua sholat baik sholat wajib maupun sholat sunnah, maka  demikian juga tasyahhud dalam hajat mencakup semua hajat baik khutbah,  muhadharah, kitab dan sebagainya.
Hal yang memperkuat keumuman disyariatkannya khutbah ini dalam amal  sholeh adalah hadits Ibnu Abbas riwayat Imam Muslim (868) tentang kisah  datangnya Dhimad ke Mekkah dan Nabi menyampaikan khutbah berbarakah ini  padanya lalu kemudian dia masuk Islam setelah mendengarnya, padahal saat  itu tidak ada akad pernikahan sama sekali[7]!!
2. Para ulama salaf bersepakat untuk meninggalkannya dalam tulisan?
Anggapan ini tidak benar dan bertentangan dengan kenyataan, karena para  ulama salaf sendiri menyatakan tentang disyariatkannya hal itu dalam  tulisan juga. Berikut beberapa ucapan mereka:
a. Imam ath-Thohawi dalam muqaddimah kitabnya yang menakjubkan  “Syarh Musykil Atsar” 1/6-7:
“Saya memulainya dengan apa yang dianjurkan oleh Rasululullah dalam  membuka segala hajat, sebagaimana telah diriwayatkan dari beliau  beberapa hadits yang akan saya paparkan setelah ini insya Allah”. Lalu  beliau membawakan khutbah hajat dan hadits-haditsnya.
b. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah[8] berkata:
“Oleh karena itu, khutbah ini dianjurkan dan dilakukan dalam  pembicaraan dengan manusia baik secara umum maupun secara khusus, berupa  mengajarkan al-Qur’an dan sunnah berseta penjelasannya, menasehati  manusia, dan berdialog dengan mereka, hendaknya semua itu dibuka dengan  khutbah syar’iyyah nabawiyyah ini. Kami mendapati para ulama pada zaman  kami, mereka memulai pelajaran tafsir atau fiqih di masjid dan sekolah  dengan khutbah selainnya, sebagaimana saya juga mendapati suatu kaum  yang membuka akad pernikahan bukan dengan khutbah syar’iyyah ini, dan  setiap kaum memiliki jenis sendiri yang berbeda-beda.
Hal itu karena hadits Ibnu Mas’ud tidaklah khusus berkaiatan tentang  nikah, namun khutbah untuk setiap hajat dalam berdialog antara sesama  manusia. Dan nikah termasuk diantaranya, karena menjaga perkara sunnah  dalam ucapan dan perbuatan pada semua ibadah dan adat merupakan jalan  yang lurus. Adapun selainnya maka hal itu kurang, sebab sebaik-baik  petunjuk adalah petunjuk Muhammad”. (Majmu’ Fatawa 18/287-288)
c. Al-Muhaqqiq as-Sindi berkata dalam Hasyiyah Nasa’i 3/105  mengomentari hadits Ibnu Mas’ud:
“Dhohir hadits ini mencakup keumuman hajat, dalam pernikahan dan  selainnya[9]. Hal ini diperkuat dengan sebagian riwayat. Maka hendaknya  seorang untuk mengamalkan khutbah ini dalam untuk kesempurnaan hajat/  kebutuhannya…”.
3. Para Ulama Ahli Hadits Mencantumkannya Dalam Kitab Nikah  Saja?!
Pembatasan inipun tidak benar, sebab banyak juga diantara ahli hadits  yang mencantumkannya pada selain kitab nikah, diantaranya:
1. Imam Muslim mencantumkannya dalam kitab jum’at
2. Imam Baihaqi dalam Sunan Kubro mencantumkannya dalam kitab jum’at
3. Imam Nasa’i dalam Amalul Yaum wa Lailah membuat bab “Ucapan yang  dianjurkan ketika hajat”. Dalam sunannya beliau mencantumkan dalam  sholat i’edain dan juma’t.
4. Abu Dawud dalam sunannya dan al-Marasil mencantumkannya dalam kitab  jum’at
Semua itu menunjukkan bahwa khutbah ini mencakup umum dalam nikah,  khutbah jum’at, khutbah ied, pelajaran, pengajian, kitab dan selainnya.  Wallahu A’lam.
E. MUTIARA KHUTBAH HAJAT
Sesungguhnya khutbah hajat ini menyimpan mutiara-mutiara yang amat  berharga bagi orang yang merenunginya. Oleh karenanya, selayaknya bagi  kita untuk menyelam guna menggapainya. Sungguh, betapa sering kita  mendengarnya! Betapa sering kita menyampaikannya! Tapi sudahkah kita  benar-benar memahaminya?!! Berikut ini saya mengajak saudara-saudara  kami untuk bersama-sama menggali sebagian mutiara tersebut, semoga bisa  dijadikan sebagai jembatan untuk meluaskan jalannya:
1. Memuji Allah, Pembuka Khutbah[10]
Nabi Muhammad selalu membuka khutbahnya dengan al-hamdalah (memuji  Allah). Tidak ada satu haditspun yang menunjukkan bahwa beliau  membukanya dalam khutbah hari raya maupun selainnya dengan takbir. [11]
Adapun makna ( الْحَمْدُ ) adalah menyebut kebaikan yang dipuji dengan  kecintaan dan pengagungan[12]. Berbeda dengan kata ( الْمَدْحُ )  maksudnya adalah sekedar pujian walaupun tanpa pengagungan dan  kecintaan, seperti halnya pujian para penyair kepada para pemimpin, yang  biasanya hanya sekedar untuk meraup harta dari mereka.[13]
Sedangkan (الْ) berfungsi istighroq yang bermakna bahwa semua dan segala  pujian hanya bagi Allah semata.[14]
Mengapa Allah berhak untuk dipuji?! Jawabannya: karena kesempurnaan nama  dan sifat-Nya dari segala segi. Demikian juga karena banyaknya  kenikmatan yang Dia berikan kepada kita semua.
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).  (QS. An-Nahl: 53)[15]
2. Meminta Pertolongan Kepada Allah dan Memohon Ampunan Kepada Allah.
Hal itu karena seorang hamba diantara dua hal:
Pertama: Perbuatan Allah kepadanya berupa nikmat, maka hal ini  membutuhkan pujian dan syukur.
Kedua: Perbuatan hamba sendiri, yang tidak lepas dari kebaikan  yang membutuhkan kepada pertolongan Allah dan kejelekan yang membutuhkan  ampunan Allah. [16]
3. Bersandar Kepada Allah Dari Kejahatan Jiwa
Kita bersandar kepada Allah dari kejahatan-kejahatan jiwa kita.  Perhatikanlah wahai saudaraku, setelah kita diajarkan untuk memohon  maghfiroh[17] kepada Allah, setelah itu kita diajarkan untuk bersandar  kepada Allah dari dosa-dosa yang belum terjadi.
* Bila ada yang bertanya: Apakah jiwa memiki kejahatan?! Jawabnya:  Ya, sebagaimana firman Allah:
وَمَآأُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya  nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan". (QS. Yusuf: 53)
Perlu diketahui bahwa kejahatan jiwa berputar pada dua perkara:
* Pertama: Ajakan kepada kemaksiatan.
* Kedua: Menghambat dari ketaatan.
Obat dua penyakit ini adalah kesempurnaan iman kepada Allah dan  merenungi akibat perbuatan sehingga dapat mengerem seseorang dari lembah  kemaksiatan. [18]
4. Berlindung dari Jeleknya Amal Perbuatan
Amal hamba tidak terlepas dari tiga macam:
* Pertama: Amal shalih
* Kedua: Amal tidak shalih (jelek)
* Ketiga: Amal tidak shalih dan tidak jelek (baca: mubah)
Ketahuilah wahai saudaraku bahwa amal yang jelek memiliki dampak negatif  bagi pribadi dalam hati, lisan dan anggota badannya. Salah seorang  salaf pernah berkata:
“Apabila saya bermaksiat, maka saya dapat mengetahui pengaruhnya  pada kendaraan dan keluargaku”.
Kemaksian juga memiliki dampak negatif juga bagi masyarakat dalam  perekonomian dan keamanan mereka. Perhatikanlah bersamaku firman Allah:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي  النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena  perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka  sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan  yang benar)". (QS. Ar-Ruum: 41) [19]
5. Hidayah dan Kesesatan Hanya Di Tangan Allah
Yakni barangsiapa yang ditakdirkan oleh Allah mendapat petunjuk maka  tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya sekalipun semua manusia  sedunia dan dengan segala cara. Demikian juga sebaliknya, apabila Allah  mentakdirkan seseorang untuk tersesat maka tidak ada yang dapat  memberinya petunjuk sekalipun dia seorang Nabi, karena hanya di tangan  Allah-lah segala urusan. Allah berfirman kepada Nabinya tatkala  bersemangat untuk mengislmkan paman kesayangannya, Abu Thalib:
إِنَّكَ لاَتَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَن يَشَآءُ  وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang  kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang  dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau  menerima petunjuk. (QS. Al-Qoshos: 56)
* Hal ini memberikan kepada kita beberapa faedah:
a. Iman kepada takdir
b. Banyak berdoa kepada Allah agar menetapkan kita di atas hidayah  dan menjauhkan kita dari kesesatan karena semua itu ada di tangan-Nya  saja.
c. Tidak bersandar pada diri sendiri karena hal itu akan  mengantarkan kepada penyakit ujub (bangga diri).
d. Hiburan bagi para da’i apabila dakwahnya tidak diterima agar dia  tidak sedih dan gelisah apabila dia telah menunaikan kewajiban  dakwahnya.
6. Memahami Makna Syahadatain
Hal ini sangat penting sekali, karena inilah kunci kebahagiaan dunia dan  akherat. Makna saya[20] bersaksi yakni “saya yakin dan percaya dengan  sepenuh hati seperti saya menyaksikan sendiri dengan mata kepalaku”.
* Syahadat ( لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ) maksudnya adalah
Tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allah  semata, sebagaimana tidak pencipta, pemberi rizki dan pengatur alam  selain Allah.
Dan perlu diketahui bahwa syahadat ini memiliki dua rukun yang utama:
Pertama: Nafi (peniadaan) yang terdapat pada kata “Tiada sesembahan” (  لاَ إِلَهَ ) dan dikuatkan dengan kata “tiada sekutu bagi-Nya” (شَرِيْكَ  لَهُ لاَ) untuk membuang dan meniadakan semua sesembahan selain Allah  siapapun dia, baik malaikat atau nabi.
Kedua: Itsbat (penetapan) yang terdapat pada kata “kecuali Allah”  (إِلاَّ اللَّهُ ) dan dikuatkan dengan kata “hanya Dia saja” (وَحْدَهُ )  untuk menetapkan bahwa hanya Allah semata yang berhak untuk diibadahi,  bukan selain-Nya.
* Adapun makna syahadat Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya adalah:
1. Mengerjakan semua perintahnya
2. Menjauhi segala larangannya
3. Membenarkan beritanya
4. Tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan syari’at yang  dibawanya.
* Persaksian kita bahwa Muhammad adalah “hamba” berarti tidak  boleh bagi kita untuk berlebihan kepadanya dan mengangkatnya di atas  kedudukan yang telah diberikan Allah seperti meminta pertolongan kepada  beliau setelah wafatnya atau mensifati beliau mengetahui ilmu ghoib  secara mutlak dan lain sebagainya.
* Dan persaksian kita bahwa beliau adalah “rasul” berarti kita  harus memuliakannya, membenarkan ucapannya dan tidak meremehkannya.
7. Taqwa dan Pembenahan Bathin
Hal ini dipetik dari kandungan tiga ayat yang dibaca oleh Rasulullah,  yang semuanya menganjurkan untuk taqwa dan pembenahan bathin, karena  memang taqwa merupakan kunci kebahagian dunia dan akherat dan pembenahan  hati berarti pembenahan anggota tubuh lainnya. Maka merupakan kewajiban  bagi kita semua untuk lebih memperhatikan masalah bathin daripada hanya  sekedar penampilan luar.
8. Sunnahnya Ucapan: Amma Ba’du (Adapun setelah itu)
Hal ini juga merupakan sunnah Nabi yang sering dilakukan oleh beliau.  Imam Bukhari membuat bab dalam Shahihnya 1/292: “Bab: Orang Yang  Mengatakan: Amma Ba’du setelah memuji Allah dalam khutbah”. Sebagian  ahli hadits mengumpulkan riwayat-riwayat penyebutan “Amma ba’du”  sehingga mencapai tiga puluh dua sahabat.[21]
Kalimat “Amma Ba’du” digunakan untuk:
Perpindahan dari pembukaan menuju tema pembicaraan, bukan sebagimana  dikatakan oleh sebagian ahli bahasa bahwa kata tersebut untuk  perpindahan dari uslub (gaya bahasa) ke uslub lainnya seperti dari  perintah ke uslub khabar atau sebaliknya[22].
Al-Hafizh Ibnu Rojab menjelaskan:
“Tujuan memisah antara memuji Allah dengan ucapan setelahnya adalah  sindiran bahwa semua perkara dunia dan agama sekalipun besarnya  bagaimana, semua itu pada hakekatnya mengikuti pujian Allah”. [23]
9. Keunggulan Al-Qur’an
Kebaikan dan keunggulan Al-Qur’an mencakup beberapa perkara berikut:
1. Kejujuran beritanya dan keadilan hukumnya
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً
"Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’an), sebagai kalimat yang benar  dan adil". (QS. Al-An’am: 115)
2. Kefasihan bahasanya. Oleh karena itu menantang para sastra Arab untuk  mendatangkan semisalnya!
3. Kedahsyatan pengaruhnya bagi pribadi secara khusus berupa kesejukan  hati bagi pembacanya dan manusia secara umum sehingga betapa banyak  negeri ditaklukkan dengannya!!.
10. Berpegang Teguh Dengan Petunjuk dan Jalan Nabi Muhammad  shallallahu 'alaihi wa sallam.
Ketahuilah bahwa pada kata ( وَخَيْرَ الْهَُدَْيِ هَُدَْيُ مُحَمَّدٍ )  ada dua bacaan:
Pertama: ( الْهُدَى ) dengan mendhommah ha’ dan menfathah dal bermakna  petunjuk, lawan dari kesesatan.
Kedua: ( الْهَدْيِ ) dengan menfathah ha’ dan mensukun dal bermakna  jalan.[24]
Faedah dari ungkapan ini adalah anjuran bagi kita untuk berpegang teguh  dengan jalan dan petunjuk Nabi kita, baik dalam ibadah maupun muamalat.  Dan hal ini memiliki beberapa faedah, diantaranya:
1. Menjadikan Nabi kita sebagai suri tauladan
2. Merasa tegar karena dia berpegang pada pegangan yang kuat
3. Berusaha untuk berakhlak seperti akhlak Nabi
4. Menjadi panutan di masyarakatnya
11. Bahaya Bid’ah Dalam Agama
Bid’ah adalah suatu jalan baru dalam agama[25] yang menyerupai syari’at,  dimana pelakunya melakukan hal itu dengan tujuan mendekatkan diri  kepada Allah.[26]
Maka, waspadalah saudarku dari perkara-perkara baru dalam agama baik  berupa ucapan, perbuatan, keyakinan yang menggeliat pada zaman sekarang,  karena semua itu sejelek-jelek perkara yang diperingatkan oleh Nabi  kita. Sungguh benar sabda tatkala mensifati bid’ah sebagi perkara yang  terjelek, karena konsekuansi bid’ah adalah sangat berat sekali,  diantaranya:
1. Mendustakan kesempurnaan agama Islam, sehingga seakan-akan dia  mengatakan bahwa agama Islam ini belum sempurna sehingga perlu ditambahi  dengan bid’ah tersebut.
2. Menuduh Nabi dengan dua sifat yang sama-sama pahitnya yaitu dengan  “khianat” karena beliau menyembunyikan dan tidak menyampaikannya kepada  umat, atau “jahil” karena Nabi tidak mengetahui apa yang diketahui oleh  pelaku bid’ah tersebut.
3. Menjadikan tandingan bagi Allah dalam membuat syari’at.
4. Menyebabkan perpecahan dan pertikaian diantara umat.
5. Mematikan sunnah Nabi.
12. Semua bid’ah sesat
Demikianlah sabda Nabi yang tegas, sekalipun hal itu dianggap baik oleh  kebanyakan manusia dan menamainya dengan bid’ah hasanah!! Aduhai, dari  manakah mereka mendapatkan wahyu pengecualian tersebut?!! Bukankah ini  berarti sebuah kritikan kepada hadits Nabi dan pengkhususan dari  keumuman tanpa dalil?!! Sekali lagi, janganlah engkau tertipu dengan  label “bid’ah hasanah” dalam agama karena istilah itu sendiri merupakan  sebuah istilah yang bid’ah!![27]
Demikianlah penjelasan secara ringkas. Sebenarnya masih banyak dalam  benak ini beberapa masalah yang ingin dituangkan, tetapi semoga saja  yang sedikit ini bisa bermanfaat dan berbarokah bagi diri kami dan  saudara-sauadara kami semua. Allahu A’lam.
artikel: [www.abiubaidah.com]
Catatan kaki:
[1] Majmu’ Fatawa 14/223 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[2] Faedah: Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata:
“Barangsiapa memperhatikan khutbah-khutbah nabi dan para sahabatnya,  niscaya dia akan mendapatinya penuh dengan penjelasan petunjuk dan  tauhid, sifat-sifat Allah, pokok-pokok keimanan, kebesaran nikmat Allah,  hari akhir, perintah mengingat dan bersyukur kepada Allah, sehingga  tatkala para pendengar keluar, maka mereka keluar dengan kecintaan  kepada Allah, berbeda dengan khutbah-khutbah zaman sekarang yang hanya  indah penampilan luarnya tetapi kosong dari tujuan utamanya!!”. (Zadul  Ma’ad 1/419-410 -secara ringkas-).
[3] HR. Abu Dawud 4604, al-Khathib dalam al-Faqih wal Mutafaqqih 1/89,  Ibnu Nashr dalam as-Sunnah 353 dan lain-lain dengan sanad shohih.
[4] Lihat Ilmu Ushul Bida’, Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi hal. 6-7
[5] Diringkas dari risalah “Khuthbah Hajat Al-Lati Kaana Rasululullah  Yu’allimuha Ashabahu” oleh Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Albani, cet  Maktabah Ma’arif.
[6] Lihat Dzail Khutbah Hajat “Al-Umdah fi Raddi Syubuhat Abi Ghuddah”  oleh Syaikh Salim bin I’ed al-Hilali, cet Dar Tauhid, Mesir.
[7] Namun perlu ditegaskan juga di sini bahwa khutbah hajat hukumnya  sunnah, sehingga jangan ada anggapan bahwa kami mewajibkannya. Bahkan  kalau memang dikhawatirkan ada anggapan wajib, maka selayaknya untuk  ditinggalkan kadang-kadang agar tidak dianggap wajib. Wallahu A’lam.
[8] Syaikh al-Albani berkata:
“Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah diantara ulama yang paling  semangat dalam memulai risalah dan kitab-kitabnya dengan khutbah ini.  Hal itu merupakan diantara bukti-bukti kongkrit tentang kecintaan beliau  kepada Nabi dan sunnah beliau serta semangat beliau dalam  menghidupkannya”. (al-Ihtijaj bil Qodar hal. 3, Haqiqatus Shiyam hal.  9-10)
[9] Syaikh Ibnu Utsaimin juga menguatkan hal ini dalam Syarh Muqaddimah  Tafsir hal. 5, katanya:
“Khutbah ini disebut dengan khutbah hajat, yang digunakan oleh  seseorang tatkala hendak membicarakan tentang kebutuhannya, baik  pernikahan maupun keperluan lainnya yang berkaitan dengan agama dan  dunia. Oleh karena itu, dia disebut khutbah hajat”.
[10] Faedah: Khutbah diambil dari kata “khotb” yaitu kesulitan atau  urusan besar. Hal itu karena orang-orang Arab dulu apabila tertimpa  masalah besar maka mereka berpidato lalu orang-orang berdatangan untuk  berkumpul dan berfikir bersama untuk mencari solusinya. (Kitab at-Ta’yin  fi Syarhil Arba’in ath-Thufi hal. 3)
[11] Zadul Ma’ad Ibnu Qayyim 1/431.
[12] Majmu Fatawa 8/378.
[13] Bada’iul Fawaid Ibnu Qayyim 2/536.
[14] Majmu Fatawa 1/89.
[15] Syarh Aqidah Wasithiyyah Ibnu Utsaimin 1/39.
[16] Majmu’ Fatawa 18/285
[17] Maghfirah adalah menutupi dosa di dunia dan mengampuninya di  akherat, diambil dari kata “mighfar” yaitu topeng besi yang biasa  dipakai orang perang untuk menutupi kepalanya dari senjata musuh.  (al-Qaulul Mufid, Ibnu Utsaimin 2/330)
[18] Syarh Ushul min Ilmi Ushul Ibnu Utsaimin hal. 16
[19] Syarh Ushul fi Tafsir Ibnu Utsaimin hal. 9
[20] Perhatikanlah dalam syahadat digunakan dhomir mufrod/ tunggal yaitu  “aku” sedangkan sebelumnya dalam pujian, minta tolong dan ampunan  digunakan dhomir nahnu “kami”. Apakah rahasia di balik itu?! Hal itu  karena persaksian tidak bisa diwakilkan oleh orang lain, berbeda dengan  minta tolong dan minta ampunan. Hal lainnya karena persaksian berarti  menyampaikan isi hatinya karena dia tahu tentang dirinya sendiri,  berbeda dengan isi hati orang lain, dia tidak mengetahuinya. (Lihat  Tahdzib Sunan Ibnu Qayyim 3/54)
[21] Subulus Salam ash-Shan’ani 2/136
[22] Syarh Nuzhatun Nadzar, Ibnu Utsaimin hal. 20
[23] Fathul Bari 5/484
[24] Syarh Muslim Nawawi 6/154
[25] Adapun masalah-masalah dunia, maka tidak disebut bid’ah yang  tercela, seperti penemuan-penemuan modern yang tidak ada pada zaman  Nabi. Fahamilah hal ini baik-baik!!
[26] Al-I’tishom asy-Syathibi 1/43, tahqiq Masyhur Hasan.
[27] Syaikh Salim al-Hilali telah menepis syubhat-syubhat para penganut  faham “bid’ah hasanah” dan meruntuhkannya satu persatu secara bagus  dalam risalahnya “Al-Bid’ah wa Atsaruha Sayyi’ fil Ummah” hal. 207-247  -Jami’ Rosail-.
Sumber :  http://abiubaidah.com/pelajaran-penting-dalam-khutbah-hajah-nabi.html/ 





































Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.